Search

Kisah hidup perjuangan Lafran Pane pendiri HMI akan tayang di bioskop pada bulan Februari 2024

Lafran, Pahlawan Perjuangan HMI Akan Tayang di Bioskop 2024 Mendatang
Selama 76 tahun, HMI telah menjaga dua nilai agung, yaitu kebangsaan dan keislaman. Hal ini membuka jalan bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil 'alamin, menjadi Islam yang ramah, toleran, dan menghargai persatuan serta perdamaian.

Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), bekerja sama dengan rumah produksi Reborn Initiatives, telah memutuskan untuk mengangkat kisah perjuangan Lafran Pane dalam mendirikan organisasi mahasiswa yang berbasis ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Film berjudul "Lafran" ini, diproduksi sebelum pandemi tahun 2020, dan kini telah selesai dalam proses pasca-produksi.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam mengembangkan Islam yang terbuka, toleran, modern, dan menghargai perbedaan. Film "Lafran" diharapkan dapat menginspirasi semangat perjuangan tersebut melalui layar lebar.

Film dengan judul Lafran, diperkirakan akan ditonton oleh sekitar 1 juta penonton pada Februari 2024. Film ini mengisahkan tentang kehidupan Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang menginspirasi semangat keindonesiaan dan keislaman bagi para kader dan masyarakat.

Menurut produser Lafran, Deden Ridwan, film ini akan dibintangi oleh Dimas Anggara, Lala Karmela, Aryo Wahab, Alfie Alfandi, Ratna Riantiarno, Farandika, Nabil Lungguna, dan Mathias Muchus. Film ini juga merupakan hadiah istimewa dari HMI untuk memperingati hari terbentuknya organisasi tersebut pada Februari 2024.

Lafran Pane lahir pada 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane, adalah seorang jurnalis, sastrawan, dan pendiri Surat Kabar Sipirok-Pardomuan. Ia juga menjadi guru dan pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Lafran merupakan anak keenam dari keluarga tersebut, dengan dua kakak yang terkenal sebagai sastrawan, yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane.

Lafran Pane mengalami masa kehidupan yang sulit, termasuk hidup sebagai gelandangan di Medan pada usia satu tahun. Ia kemudian memulai pendidikan di Pesantren Muhammadiyah Sipirok dan melanjutkan pendidikan formal di beberapa sekolah dengan terputus-putus. Di Jakarta, Lafran bergabung dengan geng remaja Zwarte Bende di kawasan Senen dan terlibat dalam penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk mempersiapkan proklamasi Indonesia.

Setelah ibukota negara pindah ke Yogyakarta, Lafran pindah ke sana dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII) dan Akademi Ilmu Politik (sekarang UGM). Selama berada di Yogyakarta, ia juga terlibat dalam Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun memutuskan untuk keluar karena organisasi tersebut tidak memiliki pondasi Islam. Ia merasa lebih cocok dengan identitas HMI.

Lafran Pane mulai melakukan konsolidasi pembentukan HMI pada November 1946. Pada tanggal 5 Februari 1947, HMI didirikan oleh Lafran dan 14 orang temannya dengan tujuan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mengembangkan ajaran Islam. Selain mendirikan HMI, Lafran juga menjadi dosen di beberapa universitas di Yogyakarta. Pada 25 Januari 1991, ia meninggal dunia setelah mengalami stroke.

Pada 9 November 2017, Lafran Pane dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi, sebagai penghargaan atas perannya dalam mendorong gerakan pemuda di Indonesia melalui HMI.

0 Comments